Selasa, 15 Juli 2014

kisah raja dengan 4 istri

KISAH RAJA DENGAN 4 ISTRI


Dahulu kala… Ada seorang raja yang mempunyai 4 isteri.
Raja ini sangat mencintai isteri ke empat dan selalu menghadiahkannya pakaian-pakaian yang mahal dan memberinya makanan yang paling enak. Hanya yang terbaik yang akan diberikan kepada sang isteri ke empat.

Dia juga sangat memuja isteri ke tiga dan selalu memamerkannya ke pejabat-pejabat kerajaan tetangga. Itu karena dia takut suatu saat nanti, isteri ke tiganya ini akan meninggalkannya.
Sang raja juga menyayangi isteri ke dua. Karena isterinya yang ke dua ini merupakan tempat curahan hatinya, yang akan selalu ramah, peduli dan sabar terhadapnya. Pada saat sang raja menghadapi suatu masalah, dia akan mengungkapkan isi hatinya hanya pada isteri ke dua ini karena dia bisa membantunya melalui masa-masa sulit itu.

Isteri pertama raja adalah pasangan yang sangat setia dan telah memberikan kontribusi yang besar dalam pemeliharaan kekayaannya maupun untuk kerajaannya. Akan tetapi, si raja tidak peduli terhadap isteri pertamanya ini meskipun sang isteri begitu mencintainya, tetap saja sulit bagi sang raja untuk memperhatikan isteri pertama itu.

Hingga suatu hari, sang raja jatuh sakit dan dia sadar bahwa kematiannya sudah dekat.
Sambil merenungi kehidupannya yang sangat mewah itu, sang raja lalu berpikir, ?? Saat ini aku memiliki 4 isteri di sampingku, tapi ketika aku pergi, mungkin aku akan sendiri??.

Lalu, bertanyalah ia pada isteri ke empat ??Sampai saat ini, aku paling mencintaimu, aku sudah menghadiahkanmu pakaian-pakaian yang paling indah dan memberi perhatian yang sangat besar hanya untukmu. Sekarang aku sekarat, apakah kau akan mengikuti dan tetap menemaniku??? “Tidak akan!” balas si isteri ke empat itu, ia pun pergi tanpa mengatakan apapun lagi.

Jawaban isterinya itu bagaikan pisau yang begitu tepat menusuk jantungnya.
Raja yang sedih itu kemudian berkata pada isteri ke tiganya,?Aku sangat memujamu dengan seluruh jiwaku. Sekarang aku sekarat, apakah kau tetap mengikuti dan selalu bersamaku???
“Tidak!” sahut sang isteri. “Hidup ini begitu indah! Saat kau meninggal, akupun akan menikah kembali!”

Perasaan sang rajapun hampa dan membeku.
Beberapa saat kemudian, sang raja bertanya pada isteri ke dua, Selama ini, bila aku membutuhkanmu, kau selalu ada untukku. Jika nanti aku meninggal, apakah kau akan mengikuti dan terus di sampingku??

“Maafkan aku, untuk kali ini aku tidak bisa memenuhi permintaaanmu!” jawab isteri ke duanya. “Yang bisa aku lakukan,hanyalah ikut menemanimu menuju pemakamanmu.”

Lagi-lagi, jawaban si isteri ke dua bagaikan petir yang menyambar dan menghancurkan hatinya.
Tiba-tiba, sebuah suara berkata: “Aku akan bersamamu dan menemanimu kemanapun kau pergi.” Sang raja menolehkan kepalanya mencari-cari siapa yang berbicara dan terlihatlah olehnya isteri pertamanya. Dia kelihatan begitu kurus, seperti menderita kekurangan gizi. Dengan penyesalan yang sangat mendalam kesedihan yang amat sangat, sang raja berkata sendu, “Seharusnya aku lebih memperhatikanmu saat aku masih punya banyak kesempatan!”

Dalam realitanya, sesungguhnya kita semua mempunyai 4 isteri/ suami dalam hidup kita….
Isteri ke empat kita adalah tubuh kita. Tidak peduli berapa banyak waktu dan usaha yang kita habiskan untuk tubuh kita.

Kemudian Isteri ke tiga kita adalah ambisi, kedudukan dan kekayaan kita. Saat kita meninggal, semua itu pasti akan jatuh ke tangan orang lain.

Sedangkan isteri ke dua kita adalah keluarga dan teman-teman kita. Tak peduli berapa lama waktu yang sudah dihabiskan bersama kita, tetap saja mereka hanya bisa menemani dan mengiringi kita hingga ke pemakaman.

Dan akhirnya isteri pertama kita adalah jiwa, roh, iman kita, yang sering terabaikan karena sibuk memburu kekayaan, kekuasaan, dan kepuasan nafsu. Padahal, jiwa, roh, atau iman inilah yang akan mengikuti kita kemanapun kita pergi.

Jadi perhatikan, tanamkan dan simpan baik-baik dalam hatimu sekarang! Hanya inilah hal terbaik yang bisa kau tunjukkan pada dunia.

resusitasi pada bayi baru lahir

RESUSITASI BAYI BARU LAHIR


Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal.

Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya serta persiapan yang dilakukan oleh penolong untuk membantu kelancaran persalinan dan melakukan tindakan yang diperlukan.

Persiapan Tempat Resusitasi
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi. Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di dekat sumber pemanas (misalnya; lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka). Biasanya digunakan lampu sorot atau bohlam berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax). Nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi.

Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu:
1. 2 helai kain/handuk
2. Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi.
3. Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet
4. Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal
5. Kotak alat resusitasi.
6. Jam atau pencatat waktu.

Penilaian Segera
Segera setelah lahir, letakkan bayi di perut bawah ibu atau dekat perineum (harus bersih dan kering). Cegah kehilangan panas dengan menutupi tubuh bayi dengan kain/handuk yang telah disiapkan sambil melakukan penilaian dengan menjawab 2 pertanyaan:
1. Apakah bayi menangis kuat, tidak bernapas atau megap-megap?
2. Apakah bayi lemas?

Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi baru lahir perlu resusitasi, segera lakukan tindakan yang diperlukan. Penundaan pertolongan dapat membahayakan keselamatan bayi. Jepit dan potong tali pusat dan pindahkan bayi ke tempat resusitasi yang telah disediakan. Lanjutkan dengan langkah awal resusitasi.

PENILAIAN
Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah:
Apakah air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) pada presentasi kepala.
Segera setelah bayi lahir:
Apakah bayi menangis, bernapas spontan dan tertatur, bernapas megap-megap atau tidak bernapas
Apakah bayi lemas atau lunglai

KEPUTUSAN
Putuskan perlu dilakukan tindakan resusitasi apabila:
1. Air ketuban bercampur mekonium.
2. Bayi tidak bernapas atau bernapas megap-megap.
3. Bayi lemas atau lunglai

TINDAKAN
Segera lakukan tindakan apabila:
Bayi tidak bernapas atau megap-megap atau lemas:
Lakukan langkah-langkah resusitasi BBL.

Langkah-langkah Resusitasi BBL
Resusitasi BBL bertujuan untuk memulihkan fungsi pernapasan bayi baru lahir yang mengalami asfiksia dan terselamatkan hidupnya tanpa gejala sisa di kemudian hari. Kondisi ini merupakan dilema bagi penolong tunggal persalinan karena disamping menangani ibu bersalin, ia juga harus menyelamatkan bayi yang mengalami asfiksia. Resusitasi BBL pada APN ini dibatasi pada langkah-langkah penilaian, langkah awal dan ventilasi untuk inisiasi dan pemulihan pernapasan.

Langkah awal
Sambil melakukan langkah awal:
1. Beritahu ibu dan keluarganya bahwa bayinya memerlukan bantuan untuk memulai bernapas.
2. Minta keluarga mendampingi ibu (memberi dukungan moral, menjaga dan melaporkan kepada penolong apabila terjadi perdarahan).

Langkah awal perlu dilakukan secara cepat (dalam waktu 30 detik). Secara umum, 6 langkah awal di bawah ini cukup untuk merangsang bayi baru lahir untuk bernapas spontan dan teratur.

LANGKAH AWAL (dilakukan dalam 30 detik):
1. Jaga bayi tetap hangat.
2. Atur posisi bayi.
3. Isap lendir.
4. Keringkan dan Rangsang taktil.
5. Reposisi.
6. Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur

1. Jaga bayi tetap hangat:
1. Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu atau dekat perineum
2. Selimuti bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat.
3. Pindahkan bayi ke atas kain ke tempat resusitasi.

2. Atur posisi bayi
Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.
Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi.

3. Isap lendir
Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola karet.
1. Pertama, isap lendir di dalam mulut, kemudian baru isap lendir di hidung.
2. Hisap lendir sambil menarik keluar pengisap (bukan pada saat memasukkan).
3. Bila menggunakan pengisap lendir DeLee, jangan memasukkan ujung pengisap terlalu dalam (lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau henti napas bayi.

4. Keringkan dan rangsang bayi
1. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi atau bernapas lebih baik.
2. Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini:
1. Menepuk atau menyentil telapak kaki.
2. Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan
Berbagai bentuk rangsangan taktil yang dulu pernah dilakukan, sebagian besar tak dilakukan lagi karena membahayakan kondisi bayi baru lahir (lihat tabel).
Rangsangan yang kasar, keras atau terus menerus, tidak akan banyak menolong dan malahan dapat membahayakan bayi.

5. Atur kembali posisi kepala dan selimuti bayi.
1. Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru (disiapkan).
2. Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan.
3. Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi).

6. Lakukan penilaian bayi.
• Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, megap-megap atau tidak bernapas.
Bila bayi bernapas normal, berikan pada ibunya:
o Letakkan bayi di atas dada ibu dan selimuti keduanya untuk menjaga kehangatan tubuh bayi melalui persentuhan kulit ibu-bayi.
o Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi sambil membelainya.
Bila bayi tak bernapas atau megap-megap: segera lakukan tindakan ventilasi.

Ventilasi
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positip yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan.
2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi.
3. Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik.
4. Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur?

1. Pemasangan sungkup
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi.

2. Ventilasi percobaan (2 kali)
Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air
Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveloli paru agar bayi bisa mulai bernapas dan sekaligus menguji apakah jalan napas terbuka atau bebas.
Lihat apakah dada bayi mengembang
Bila tidak mengembang
1. Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar.
2. Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran.
3. Periksa ulang apakah jalan napas tersumbat cairan atau lendir (isap kembali).
Bila dada mengembang, lakukan tahap berikutnya.

3. Ventilasi definitif (20 kali dalam 30 detik).
1. Lakukan tiupan dengan tekanan 20 cm air, 20 kali dalam 30 detik.
2. Pastikan udara masuk (dada mengembang) dalam 30 detik tindakan

4. Lakukan penilaian
Bila bayi sudah bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi. Bayi diberikan asuhan pasca resusitasi.
Bila bayi belum bernapas atau megap-megap, lanjutkan ventilasi.
1. Lanjutkan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya.
2. Evaluasi hasil ventilasi setiap 30 detik.
3. Lakukan penilaian bayi apakah bernapas, tidak bernapas atau megap-megap.
o Bila bayi sudah mulai bernapas normal, hentikan ventilasi dan pantau bayi dengan seksama, berikan asuhan pascaresusitasi.
o Bila bayi tidak bernapas atau megap-megap, teruskan ventilasi dengan tekanan 20 cm air, 20x untuk 30 detik berikutnya dan nilai hasilnya setiap 30 detik.

Siapkan rujukan bila bayi belum bernapas normal sesudah 2 menit diventilasi.
1. Mintalah keluarga membantu persiapan rujukan.
2. Teruskan resusitasi sementara persiapan rujukan dilakukan.

Bila bayi tidak bisa dirujuk,
1. Lanjutkan ventilasi sampai 20 menit
2. Pertimbangkan untuk menghentikan tindakan resusitasi jika setelah 20 menit, upaya ventilasi tidak berhasil.
Bayi yang tidak bernapas normal setelah 20 menit diresusitasi akan mengalami kerusakan otak sehingga bayi akan menderita kecacatan yang berat atau meninggal.

Asuhan Pascaresusitasi
Asuhan pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah menerima tindakan resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada keadaan:
1. Resusitasi Berhasil: bayi menangis dan bernapas normal sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi. Perlu pemantauan dan dukungan.
2. Resusitasi tidak/kurang berhasil, bayi perlu rujukan yaitu sesudah ventilasi 2 menit belum bernapas atau bayi sudah bernapas tetapi masih megap-megap atau pada pemantauan ternyata kondisinya makin memburuk
3. Resusitasi gagal: setelah 20 menit di ventilasi, bayi gagal bernapas.

1. Resusitasi berhasil
Resusitasi berhasil bila pernapasan bayi teratur, warna kulitnya kembali normal yang kemudian diikuti dengan perbaikan tonus otot atau bergerak aktif. Lanjutkan dengan asuhan berikutnya.

Konseling:
1. Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang hasil resusitasi yang telah dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan.
2. Ajarkan ibu cara menilai pernapasan dan menjaga kehangatan tubuh bayi. Bila ditemukan kelainan, segera hubungi penolong.
3. Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayinya. Bayi dengan gangguan pernapasan perlu banyak energi. Pemberian ASI segera, dapat memasok energi yang dibutuhkan.
4. Anjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi (asuhan dengan metode Kangguru).
5. Jelaskan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali tanda-tanda bahaya bayi baru lahir dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila terlihat tanda-tanda tersebut pada bayi.

Lakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk:
1. Anjurkan ibu menyusukan sambil membelai bayinya
2. Berikan Vitamin K, antibiotik salep mata, imunisasi hepatitis B

Lakukan pemantuan seksama terhadap bayi pasca resusitasi selama 2 jam pertama:
Perhatikan tanda-tanda kesulitan bernapas pada bayi :
1. Tarikan interkostal, napas megap-megap, frekuensi napas <> 60 x per menit.
2. Bayi kebiruan atau pucat.
3. Bayi lemas.
Pantau juga bayi yang tampak pucat walaupun tampak bernapas normal.

Jagalah agar bayi tetap hangat dan kering.
Tunda memandikan bayi hingga 6 – 24 jam setelah lahir (perhatikan temperatur tubuh telah normal dan stabil).

2. Bayi perlu rujukan
Bila bayi pascaresusitasi kondisinya memburuk, segera rujuk ke fasilitas rujukan.
Tanda-tanda Bayi yang memerlukan rujukan sesudah resusitasi
1. Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali per menit atau lebih dari 60 kali per menit
2. Adanya retraksi (tarikan) interkostal
3. Bayi merintih (bising napas ekspirasi) atau megap- megap (bising napas inspirasi)
4. Tubuh bayi pucat atau kebiruan
5. Bayi lemas

Konseling
1. Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu dirujuk. Bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu atau keluarganya.
2. Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami atau salah seorang anggota keluarga juga diminta untuk menemani ibu dan bayi selama perjalanan rujukan.
3. Beritahukan (bila mungkin) ke tempat rujukan yang dituju tentang kondisi bayi dan perkiraan waktu tiba. Beritahukan juga ibu baru melahirkan bayi yang sedang dirujuk.
4. Bawa peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama perjalan ke tempat rujukan.

Asuhan bayi baru lahir yang dirujuk
1. Periksa keadaan bayi selama perjalanan (pernapasan, warna kulit, suhu tubuh) dan catatan medik.
2. Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan, tutup kepala bayi dan bayi dalam posisi “Metode Kangguru” dengan ibunya. Selimuti ibu bersama bayi dalam satu selimut.
3. Lindungi bayi dari sinar matahari.
4. Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI segera kepada bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas, dan kontraindikasi lainnya

Asuhan lanjutan
Merencanakan asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari tempat rujukkan akan sangat membantu pelaksanaan asuhan yang diperlukan oleh ibu dan bayinya sehingga apabila kemudian timbul masalah maka hal tersebut dapat dikenali sejak dini dan kesehatan bayi tetap terjaga.

3. Resusitasi tidak berhasil
Bila bayi gagal bernapas setelah 20 menit tindakan resusitasi dilakukan maka hentikan upaya tersebut. Biasanya bayi akan mengalami gangguan yang berat pada susunan syaraf pusat dan kemudian meninggal. Ibu dan keluarga memerlukan dukungan moral yang adekuat Secara hati-hati dan bijaksana, ajak ibu dan keluarga untuk memahami masalah dan musibah yang terjadi serta berikan dukungan moral sesuai adat dan budaya setempat.

Dukungan moral
Bicaralah dengan ibu dan keluarganya bahwa tindakan resusitasi dan rencana rujukan yang telah didiskusikan sebelumnya ternyata belum memberi hasil seperti yang diharapkan. Minta mereka untuk tidak larut dalam kesedihan, seluruh kemampuan dan upaya dari penolong (dan fasilitas rujukan) telah diberikan dan hasil yang buruk juga sangat disesalkan bersama, minta agar ibu dan keluarga untuk tabah dan memikirkan pemulihan kondisi ibu. Berikan jawaban yang memuaskan terhadap setiap pertanyaan yang diajukan ibu dan keluarganya. Minta keluarga ikut membantu pemberian asuhan lanjutan bagi ibu dengan memperhatikan nilai budaya dan kebiasaan setempat. Tunjukkan kepedulian atas kebutuhan mereka. Bicarakan apa yang selanjutnya dapat dilakukan terhadap bayi yang telah meninggal.

Ibu mungkin merasa sedih atau bahkan menangis. Perubahan hormon saat pascapersalinan dapat menyebabkan perasaan ibu menjadi sangat sensitif, terutama jika bayinya meninggal. Bila ibu ingin mengungkapkan perasaannya, minta ia berbicara dengan orang paling dekat atau penolong. Jelaskan pada ibu dan keluarganya bahwa ibu perlu beristirahat, dukungan moral dan makanan bergizi. Sebaiknya ibu tidak mulai bekerja kembali dalam waktu dekat.

Asuhan lanjutan bagi ibu
Payudara ibu akan mengalami pembengkakan dalam 2-3 hari. Mungkin juga timbul rasa demam selama 1 atau 2 hari. Ibu dapat mengatasi pembengkakan payudara dengan cara sebagai berikut:
1. Gunakan BH yang ketat atau balut payudara dengan sedikit tekanan menggunakan selendang /kemben/kain sehingga ASI tidak keluar.
2. Jangan memerah ASI atau merangsang payudara.

Asuhan tindak lanjut: kunjungan ibu nifas
Anjurkan ibu untuk kontrol nifas dan ikut KB secepatnya (dalam waktu 2 minggu). Ovulasi bisa cepat kembali terjadi karena ibu tidak menyusukan bayi. Banyak ibu yang tidak menyusui akan mengalami ovulasi kembali setelah 3 minggu pasca persalinan. Bila mungkin, lakukan asuhan pascapersalinan di rumah ibu.

Asuhan tindak lanjut pascaresusitasi
Sesudah resusitasi, bayi masih perlu asuhan lanjut yang diberikan melalui kunjungan rumah. Tujuan asuhan lanjut adalah untuk memantau kondisi kesehatan bayi setelah tindakan resusitasi.

Kunjungan rumah (kunjungan neonatus 0 – 7 hari) dilakukan sehari setelah bayi lahir. Gunakan algoritma Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) untuk melakukan penilaian, membuat klasifikasi, menentukan tindakan dan pengobatan serta tindak lanjut. Catat seluruh langkah ke dalam formulir tata laksana bayi muda 1 hari – 2 bulan.
1. Bila pada kunjungan rumah (hari ke 1) ternyata bayi termasuk dalam klasifikasi merah maka bayi harus segera dirujuk.
2. Bila termasuk klasifikasi kuning, bayi harus dikunjungi kembali pada hari ke 2.
3. Bila termasuk klasifikasi hijau, berikan nasihat untuk perawatan bayi baru lahir di rumah.
Untuk kunjungan rumah berikutnya (kunjungan neonatus 8 – 28 hari), gunakan juga algoritma MTBM.

Bayi Aman bila IBU nya:
TAK MEMILIKI KEKHAWATIRAN MENGENAI PERILAKU BAYINYA
MEMEGANG DAN BERBICARA DENGAN BAYI DENGAN PENUH KASIH SAYANG
MENGETAHUI TANDA-TANDA BAHAYA DAN UPAYA APA YANG HARUS DILAKUKAN

Langkah-langkah Resusitasi Bayi Baru Lahir dengan Air Ketuban Bercampur Mekonium
Mekonium merupakan tinja pertama dari BBL. Mekonium kental pekat dan berwarna hijau tua atau kehitaman. Biasanya BBL mengeluarkan mekonium pertama kali pada 12-24 jam pertama. Kira-kira pada 15% kasus, mekonium dikeluarkan bersamaan dengan cairan ketuban beberapa saat sebelum persalinan. Hal ini menyebabkan warna kehijauan pada cairan ketuban. Mekonium jarang dikeluarkan sebelum 34 minggu kehamilan. Bila mekonium terlihat sebelum persalinan bayi dengan presentasi kepala, lakukan pemantauan ketat karena hal ini merupakan tanda bahaya

Penyebab janin mengeluarkan mekonium sebelum persalinan
Tidak selalu jelas mengapa mekonium dikeluarkan sebelum persalinan. Kadang-kadang hal ini terkait dengan kurangnya pasokan oksigen (hipoksia). Hipoksia kan meningkatkan peristaltik usus dan relaksasi sfingter ani sehingga isi rektum (mekoneum) diekskresikan. Bayi-bayi dengan risiko tinggi gawat janin (misal; Kecil untuk Masa Kehamilan/KMK atau Hamil Lewat Waktu) ternyata air ketubannya lebih banyak tercampur oleh mekonium (warna kehijauan) dibandingkan dengan air ketuban pada kehamilan normal.

Risiko air ketuban bercampur mekonium terhadap bayi
Hipoksia dapat menimbulkan refleks respirasi bayi di dalam rahim sehingga mekonium yang tercampur dalam air ketuban dapat terdeposit di jaringan paru bayi. Mekonium dapat juga masuk ke paru jika bayi tersedak saat lahir. Masuknya mekonium ke jaringan paru bayi dapat menyebabkan pneumonia dan mungkin kematian.

sumber:
Modul APN, 2007

Kamis, 19 Juni 2014

asuhan kebidanan kehamilan IUGR dan IUFD


IUGR
(INTRA UTERINE GROWTH RESTRICTION)
   

1. Defenisi
Definisi menurut WHO (1969), janin yang mengalami pertumbuhan yang terhambat adalah janin yang mengalami kegagalan dalam mencapai berat standard atau ukuran standard yang sesuai dengan usia kehamilannya.
Pertumbuhan Janin Terhambat atau Intra Uterine Growth Restriction adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan nutrisi dan pertumbuhan janin yang mengakibatkan berat badan lahir dibawah batasan tertentu dari usia kehamilannya.
Definisi yang sering dipakai adalah bayi-bayi yang mempunyai berat badan dibawah 10 persentil dari kurva berat badan bayi yang normal). Dalam 5 tahun terakhir, istilah Retardation pada Intra Uterine Growth Retardation (IUGR) telah berubah menjadi Restriction oleh karena Retardasi lebih ditekankan untuk mental.
Menurut Gordon, JO (2005) pertumbuhan janin terhambat-PJT (Intrauterine growth restriction) diartikan sebagai suatu kondisi dimana janin berukuran lebih kecil dari standar ukuran biometri normal pada usia kehamilan. Kadang pula istilah PJT sering diartikan sebagai kecil untuk masa kehamilan-KMK (small for gestational age). Umumnya janin dengan PJT memiliki taksiran berat dibawah persentil ke-10. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dengan PJT pada umumnya akan lahir prematur (<37 minggu) atau dapat pula lahir cukup bulan (aterm, >37 minggu).
IUGR adalah ketidaknormalan pertumbuhan dan perkembangan dari fetus, yang mana terjadi 3-7% dari persalinan, tergantung pada criteria diagnose yang dipergunakan. Pertumbuhan fetus yang terhambat beresiko tinggi untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Diperkirakan kematian perinatal 5-10 lebih tinggi pada neonatus yang mengalami pertumbuhan terhambat dibandingkan dengan yang memiliki ukuran atau berat badan yang sesuai dengan usia kehamilan.Beberapa hal yang berhubungan dengan kesakitan yang serius perlu mendapatkan perhatian pada periode setelah terjadinya kegagalan pertumbuhan dalam uterus termasuk didalamnya apiksis bayi baru lahir, hipoglikemi pada neonates, hypoklasemia, policytemia, aspirasi mekonium, dan Persisten fetal sirculation. Beberapa penelitian melaporkan terjadinya pertumbuhan persyarafan yang lebih sedikit pada bayi yang kecil di bandingkan usia kehamilan (Small Gestational Age /SGA), terutama ketika berhubungan dengan prematuritas. Kejadian kecacadan neurologic yang lebih besar pada preterm SGA terjadi sampai dengan 15%.
2. Klasifikasi
Secara Klinis IUGR dibagi 3, berdasarkan waktu kapan mulai dan berapa lamanya pengaruh yang menghambat pertumbuhan itu berlangsung.
Type 1. Simetrik IUGR
Type 1 IUGR menunjuk pada bayi dengan potensi penurunan pertumbuhan. Type IUGR ini dimulai pada gestasi yang lebih awal, dan semua fetus ini menurut perbandingan SGA.
 IUGR ini memiliki kejadian lebih awal dari gangguan pertumbuhan janin yang tidak simetris yang terjadi ketika fetus mengalami perpanjangan kekurangan yang lebih awal akibat dari malnutrisi chorionic maternal, penyalahgunaan zat-zat kimia, insufisiensi plasenta, atau gemeli. Faktor yang berkaitan dengan hal ini adalah kelainan kromosom, kelainan organ (terutama jantung), infeksi TORCH (Toxoplasmosis, Other Agents <Coxsackie virus, Listeria), Rubella, Cytomegalovirus, Herpes simplex/Hepatitis B/HIV, Syphilis), kekurangan nutrisi berat pada ibu hamil, dan wanita hamil yang merokok. Gangguan terjadi pada fase Hiperplasia, di mana total jumlah sel kurang. Ukuran sel fetus normal tetapi secara umum terjadi kekurangan yang menyeluruh pada badan. badan dan kepala neonatus proporsional tetapi kecil (gangguan pertumbuhan yang proporsional). Lingkar kepala turun dibawah persentil 10, ukuran otak kurang, dan berakibat buruk yang permanen termasuk adanya kekurangperhatian pada masa kanak-kanaknya, gelisah, dan perilaku bermasalah yang  dihubungkan dengan jeleknya hasil akademik yang ditunjukan.
Secara umum, IUGR Type 1 berhubungan dengan prognosisi yang tidak baik ; ini berhubungan dengan kondisi phatologis yang menyebabkannya. Weiner dan Wiliamson menunjukkan,ada tidak adanya factor resiko yang diidentifikasi dari ibu, diperkirakan 25% beberapa fetus yang dinilai, hambatan pertumbuhan yang dimulai lebih awal terjadi pada aneuploidy. Oleh karena itu, penilaian sample darah pada umbilical (Percutaneus Umbillical Blood Sampling), betul betul direkomendasikan untuk mengetahui Karyotype abnormal.
Type 2. Asimetrik IUGR 
IUGR ini jumlahnya kira-kira 70 % dari semua kasus IUGR. Gangguan pertumbuhan janin asimetris memiliki waktu kejadian lebih lama dibandingkan gangguan pertumbuhan janin simetris.  Akibat dari kekurangan nutrisi dan defisiensi plasenta pada trimester kedua dan  ketiga kehamilan menyebabkan berbagai macam gangguan maternal yang meliputi hypoxic, vascular, renal hematologic, dan gangguan kesehatan lingkungannya.
Gangguan terjadi pada fase Hipertrofi, di mana jumlah total sel normal tetapi ukurannya lebih kecil. Beberapa organ lebih terpengaruh dibandingkan yang lain, lingkar perut adalah bagian tubuh yang terganggu untuk pertama kali, kelainan panjang tulang paha umumnya terpengaruhi belakangan, lingkar kepala dan diameter biparietal juga berkurang. Faktor yang mempengaruhi adalah insufisiensi (tidak efisiennya) plasenta yang terjadi karena gangguan kondisi ibu termasuk diantaranya tekanan darah tinggi dan diabetes dalam kehamilan dalam kehamilan. Ukuran sel yang kurang mengakibatkan atropi pada sel yang ada sebelumnya tanpa mengurangi jumlah sel tersebut. Ukuran kepala pada masa neonatus tampak besarnya tidak proporsional dengan badan karena pertumbuhan kepala tidak terhambat (gangguan pertumbuhan yang tidak proporsional). Badan mengandung sedikit lemak subkutan dan tampak panjang kurus. Secara umum cadangan otot kurang, turgor kulit yang jelek, rambut yang tipis, perut yang keriput,  dan sutura terpisah dengan lebar, menunjukan asymmetrical IUGR. Pada postnatal, terjadi kematangan Pertumbuhan dan perkembangan pada bayi, dan berpotensi  untuk perkembangan intelektual yang sangat baik.
Diperkirakan, 70% – 80% hambatan pada pertumbuhan fetus adalah type 2. IUGR ini seringkali berhubungan dengan penyakit ibu seperti Hipertensi kronis, gangguan ginjal, Diabetus Mellitus dengan vaskulopaty, dan yang lainnya.
 Intermediate IUGR 
IUGR Intermediate menunjuk pada hambatan pertumbuhan yang merupakan kombinasi Type 1 dan Type 2. Gangguan pertumbuhan pada type ini diperkirakan terjadi selama fase pertengahan pertumbuhan- pada fase hyperplasia dan hipertropi- yang mana terjadi pada usia kehamilan 20-28 minggu. Pada fase ini, terjadi penurunan kecepatan mitosis dan peningkatan yang progesif secara menyeluruh pada ukuran sel. Bentuk IUGR ini keadannya tidak sebanyak jika dibandingkan dengan type1 dan 2, diperkirakan sekitar 5- 10%, dari semua hambatan pertumbuhan fetus. Hipertensi kronis, Lupus Nepritis, atau penyakit vascular ibu yang lainnya, menjadi berat dan jika terjadi lebih awal pada timeser II akan mengakibatkan Intermediate IUGR dengan pertumbuhan simetrik dan tidak memberikan efek Brain Sparring.
3. Etiologi
A. Penyebab ibu
·         Fisik ibu yang kecil dan kenaikan berat badan yang tidak adekuat
Faktor keturunan dari ibu dapat mempengaruhi berat badan janin. Kenaikan berat  tidak adekuat selama kehamilan dapat menyebabkan PJT. Kenaikan berat badan ibu selama kehamilan sebaiknya 9-16 kg. apabila wanita dengan berat badan kurang harus ditingkatkan sampai berat badan ideal ditambah dengan 10-12 kg.
·         Penyakit ibu kronik dan gaya hidup.
Kondisi ibu yang memiliki hipertensi kronik, penyakit jantung sianotik, diabetes, serta penyakit vaskular kolagen dapat menyebabkan PJT. Semua penyakit ini dapat menyebabkan pre-eklampsia yang dapat membawa ke PJT. Hipertensi dan penyakit ginjal yang kronik, perokok, penderita DM yang berat, toksemia, hipoksia ibu, gizi buruk, drug abuse, peminum alkohol. Kebiasaan seperti merokok, minum alkohol, dan narkotik
B. Penyebab janin
·         Infeksi selama kehamilan
Infeksi bakteri, virus, protozoa dapat menyebabkan PJT. Rubela dan cytomegalovirus (CMV) adalah infeksi yang sering menyebabkan PJT
·         Kelainan bawaan dan kelainan kromosom
Kelainan kromosom seperti trisomi atau triploidi dan kelainan jantung bawaan yang berat sering berkaitan dengan PJT. Trisomi 18 berkaitan dengan PJT simetris serta polihidramnion (cairan ketuban berlebih). Trisomi 13 dan sindroma Turner juga berkaitan dengan PJT
·         Pajanan teratogen (zat yang berbahaya bagi pertumbuhan janin)
Berbagai macam zat yang bersifat teratogen seperti obat anti kejang, rokok, narkotik, dan alkohol dapat menyebabkan PJT
·         Haemolysis; kelainan sel darah merah
·         Penyebab plasenta (ari-ari)
1.      Kelainan plasenta, sehingga menyebabkan plasenta tidak dapat menyediakan nutrisi yang baik bagi janin seperti, abruptio plasenta, infark plasenta (kematian sel pada plasenta), korioangioma, dan plasenta previa
2.      Kehamilan kembar. Twin-to-twin transfusion syndrome.
4. Patofisiologi
·         Kondisi kekurangan nutrisi pada awal kehamilan
Pada kondisi awal kehamilan pertumbuhan embrio dan trofoblas dipengaruhi oleh makanan. Studi pada binatang menunjukkan bahwa kondisi kekurangan nutrisi sebelum implantasi bisa menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Kekurangan nutrisi pada awal kehamilan dapat mengakibatkan janin berat lahir rendah yang simetris. Hal sebaiknya terjadi kondisi percepatan pertumbuhan pada kondisi hiperglikemia pada kehamilan lanjut.
·         Kondisi kekurangan nutrisi pada pertengahan kehamilan
Defisiensi makanan mempengaruhi pertumbuhan janin dan plasenta, tapi bisa juga terjadi peningkatan pertumbuhan plasenta sebagai kompensasi. Didapati ukuran plasenta yang luas.
·         Kondisi kekurangan nutrisi pada akhir kehamilan
Terjadi pertumbuhan janin yang lambat yang mempengaruhi interaksi antara janin dengan plasenta. Efek kekurangan makan tergantung pada lamanya kekurangan. Pada kondisi akut terjadi perlambatan pertumbuhan dan kembali meningkat jika nutrisi yang diberikan membaik. Pada kondisi kronis mungkin telah terjadi proses perlambatan pertumbuhan yang irreversibel.
5. Tanda dan Gejala
1.      Gangguan pada uterus dan janin untuk tumbuh normal diatas periode 4 minggu.
2.      TFU paling sedikit kurang 2 cm dari harapan untuk jumlah terhadap usia kehamilan dari pengukuran TFU sebelumnya.
3.      Kekurangan penambahan berat badan ibu.
4.      Gerakan janin yang kurang.
5.      Kekurangan volume cairan amnion.
6.      Lingkaran abdomen kecil (ukuran hepar yang kecil)
7.      Tungkai yang kurus (masa otot )
8.      Kulit keriput ( lemak subkutis )
Bila penyebab PJT asimetrik berlangsung lama maka janin akan kehilangan kemampuan untuk melakukan kompensasi →  terjadi PJT simetrik.
Terhentinya pertumbuhan dan perkembangan kepala akan berdampak besar terhadap proses tumbuh kembang anak nantinya. PJT patut diduga bila ukuran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan → konfirmasi dengan pemeriksaan ultrasonografi.
6. Komplikasi
1. Janin
-          Antenatal              : gagal nafas dan kematian janin
-          Intranatal               : hipoksia dan asidosis
-          Setelah lahir          :
1). Secara Langsung
·         Asfiksia
·         Hipoglikemi
·         Aspirasi mekonium
Sindroma aspirasi mekonium (SAM) adalah kumpulan gejala yang diakibatkan oleh terhisapnya mekonium ke dalam saluran pernafasan bayi. SAM seringkali dihubungkan dengan suatu keadaan yang kita sebut fetal distress. Pada keadaan ini, janin yang mengalami distres akan menderita hipoksia (kurangnya oksigen di dalam jaringan). Hipoksia jaringan menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas usus disertai dengan melemasnya spinkter anal. Maka lepaslah mekonium ke dalam cairan amnion.
·         DIC
Disebarluaskan pembekuan intravascular (DIC), juga dikenal sebagai konsumtif coagulopathy, adalah patologi aktivasi pembekuan (darah), mekanisme yang terjadi dalam respon terhadap berbagai penyakit.
·         Hipotermi
·         Perdarahan pada paru
·         Polisitemia
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang. Polisitemia menyebabkan darah menjadi kental dan menyebabkan berkurangnya kecepatan aliran darah ketika darah melalui pembuluh yang kecil. Jika penyakitnya berat, bisa menyebabkan pembentukan bekuan darah di dalam pembuluh darah. Kulit bayi tampak kemerahan atau kebiruan. Bayi tampak lemas, pernafasannya cepat, refleks menghisapnya lemah dan denyut jantungnya cepat.
·         Hiperviskositas sindrom
Terjadi karena aliran darah terhambat, akibat darah yang lebih kental.  Kekebalan dapat terjadi karena volume dan jumlah sel bertambah atau plasma lebih kental. Mata terlihat merah dengan pembuluh darah konjungtiva bertambah. Fundus refleks berwarna merah tua dan fundus memperlihatkan pengisian pembuluh darah yang berlerbihan sehingga lumen arteri dan vena melebar, dismal peningkatan perkelokan.
·         Gangguan gastrointestinal
2). Tidak langsung
Pada simetris IUGR keterlambatan perkembangan dimulai dari lambat dari sejak kelahiran, sedangkan asimetris IUGR dimulai sejak bayi lahir di mana terdapat kegagalan neurologi dan intelektualitas. Tapi prognosis terburuk ialah IUGR yang disebabkan oleh infeksi kongenital dan kelainan kromosom.
2. Ibu
Mengalami Preeklampsi, penyakit jantung, dan malnutrisi.
7. Penatalaksanaan
Langkah pertama dalam menangani PJT adalah mengenali pasien-pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk mengandung janin kecil. Langkah kedua adalah membedakan janin PJT atau malnutrisi dengan janin yang kecil tetapi sehat. Langkah ketiga adalah menciptakan metode adekuat untuk pengawasan janin pada pasien-pasien PJT dan melakukan persalinan di bawah kondisi optimal.
Untuk mengenali pasien-pasien dengan resiko tinggi untuk mengandung janin kecil, diperlukan riwayat obstetrik yang terinci seperti hipertensi kronik, penyakit ginjal ibu dan riwayat mengandung bayi kecil pada kehamilan sebelumnya. Selain itu diperlukan pemeriksaan USG. Pada USG harus dilakukan taksiran usia gestasi untuk menegakkan taksiran usia gestasi secara klinis. Kemudian ukuran-ukuran yang didapatkan pada pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan usia gestasinya.Pertumbuhan janin yang suboptimal menunjukkan bahwa pasien tersebut mengandung janin PJT.
Tatalaksana kehamilan dengan PJT, karena tidak ada terapi yang paling efektif sejauh ini, untuk melahirkan bayi yang sudah cukup usia dalam kondisi terbaiknya dan meminimalisasi risiko pada ibu. Tatalaksana yang harus dilakukan adalah :
-          PJT pada saat dekat waktu melahirkan. Yang harus dilakukan adalah segera dilahirkan
-          PJT jauh sebelum waktu melahirkan. Kelainan organ harus dicari pada janin ini, dan bila kelainan kromosom dicurigai maka amniosintesis (pemeriksaan cairan ketuban) atau pengambilan sampel plasenta, dan pemeriksaan darah janin dianjurkan
1.      Tatalaksana umum : setelah mencari adanya cacat bawaan dan kelainan kromosom serta infeksi dalam kehamilan maka aktivitas fisik harus dibatasi disertai dengan nutrisi yang baik. Tirah baring dengan posisi miring ke kiri, Perbaiki nutrisi dengan menambah 300 kal perhari, Ibu dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol, Menggunakan aspirin dalam jumlah kecil dapat membantu dalam beberapa kasus IUGR Apabila istirahat di rumah tidak dapat dilakukan maka harus segera dirawat di rumah sakit. Pengawasan pada janin termasuk diantaranya adalah melihat pergerakan janin serta pertumbuhan janin menggunakan USG setiap 3-4minggu
2.      Tatalaksana khusus : pada PJT yang terjadi jauh sebelum waktunya dilahirkan, hanya terapi suportif yang dapat dilakukan. Apabila penyebabnya adalah nutrisi ibu hamil tidak adekuat  maka nutrisi harus diperbaiki. Pada wanita hamil perokok berat, penggunaan narkotik dan alkohol, maka semuanya harus dihentikan
3.      Proses melahirkan : pematangan paru harus dilakukan pada janin prematur. Pengawasan ketat selama melahirkan harus dilakukan untuk mencegah komplikasi setelah melahirkan. Operasi caesar dilakukan apabila terjadi distress janin serta perawatan intensif neonatal caresegera setelah dilahirkan sebaiknya dilakukan.
Kemungkinan kejadian distress janin selama melahirkan meningkat pada PJT karena umumnya PJT banyak disebabkan oleh insufisiensi plasenta yang diperparah dengan proses melahirkan.
Kondisi bayi. Janin dengan PJT memiliki risiko untuk hipoksia perinatal (kekurangan oksigen setelah melahirkan) dan aspirasi mekonium (terhisap cairan mekonium). PJT yang parah dapat mengakibatkan hipotermia (suhu tubuh turun) dan hipoglikemia (gula darah berkurang). Pada umumnya PJT simetris dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan pertumbuhan bayi yang terlambat setelah dilahirkan, dimana janin dengan PJT asimetris lebih dapat “catch-up” pertumbuhan setelah dilahirkan
8. Pencegahan
Beberapa penyebab dari PJT tidak dapat dicegah. Bagaimanapun juga, faktor seperti diet, istirahat, dan olahraga rutin dapat dikontrol. Untuk mencegah komplikasi yang serius selama kehamilan, sebaiknya seorang ibu hamil mengikuti nasihat dari dokternya; makan makanan yang bergizi tinggi; tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkotik; mengurangi stress; berolahraga teratur; serta istirahat dan tidur yang cukup. Suplementasi dari protein, vitamin, mineral, serta minyak ikan juga baik dikonsumsi. Selain itu pencegahan dari anemia serta pencegahan dan tatalaksana dari penyakit kronik pada ibu maupun infeksi yang terjadi harus baik.
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mencegah PJT pada janin untuk setiap ibu hamil sebagai berikut :
·         Usahakan hidup sehat.
Konsumsilah makanan bergizi seimbang. Untuk kuantitas, makanlah seperti biasa ditambah ekstra 300 kalori/hari.
·         Hindari stress selama kehamilan.
Stress merupakan salah satu faktor pencetus hipertensi.
·         Hindari makanan obat-obatan yang tidak dianjurkan selama kehamilan.
        Setiap akan mengkonsumsi obat, pastikan sepengetahuan/resep dokter kandungan.
·         Olah raga teratur.
Olah raga (senam hamil) dapat membuat tubuh bugar, dan mampu memberi keseimbangan oksigenasi, maupun berat badan.
·         Hindari alkohol, rokok, dan narkoba.
·         Periksakan kehamilan secara rutin.
Pada saat kehamilan, pemeriksaan rutin sangat penting dilakukan agar kondisi ibu dan janin dapat selalu terpantau. Termasuk, jika ada kondisi PJT, dapat diketahui sedini mungkin. Setiap ibu hamil dianjurkan melakukan pemeriksaan setiap 4 minggu sampai dengan usia kehamilan 28 minggu. Kemudian, dari minggu ke 28-36, pemeriksaan dilakukan setidaknya setiap 2 minggu sekali. Selanjutnya, lakukan pemeriksaan setiap 1 minggu sampai dengan usia kelahiran atau 40 minggu. Semakin besar usia kehamilan, semakin mungkin pula terjadi hambatan atau gangguan. Jadi, pemeriksaan harus dilakukan lebih sering seiring dengan bertambahnya usia kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Wikojosastro H, Abdul Bari. 1999. Buku Ajar Ilmu Kebidana edisi ke 5. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.
Prawiroharjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka.








Definisi intra uterine fetal deadth (IUFD)

intra uterine fetal deadth (IUFD)

a.         Definisi
    intra uterine fetal deadth (IUFD) atau kematian janin dalam rahim adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram. (Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279)

    IUFD adalah kematian intrauterin sebelum seluruh produksi konsepsi manusia dikeluarkan, ini tidak diakibatkan oleh aborsi terapeutik atau kematian janin juga disebut kematian intrauterin dan mengakibatkan kelahiran mati. (Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP)
    IUFD adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan baik pada kehamilan yang besar dari 20 minggu atau kurang dari 20 minggu. (Rustam Muchtar, 1998)

     IUFD adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari rahim ibunya tanpa memandang tuanya 
kehamilan. (Sarwono, 2005)


b.         Etiologi
       Adapun penyebab IUFD:
  1. perdarahan antepartum seperti plasenta previa dan solusio plasenta
  2. pre eklamsi dan eklamsi
  3. penyakit kelainan darah
  4. penyakit infeksi menular
  5. penyakit saluran kencing
  6. penyakit endokrin sperti DM dan hipertiroid
  7. malnutrisi
Faktor predisposisi IUFD

a. Factor ibu (High Risk Mothers)
  1. status social ekonomi yang rendah
  2. tingkat pendidikan ibu yang rendah
  3. umur ibu yang melebihi 30 tahun atau kurang dari 20 tahun
  4. paritas pertama atau paritas kelima atau lebih
  5.  tinggi dan BB ibu tidak proporsional
  6. kehamilan di luar perkawinan
  7. kehamilan tanpa pengawasan antenatal
  8. ganggguan gizi dan anemia dalam kehamilan
  9. ibu dengan riwayat kehamilan / persalinan sebelumnya tidak baik seperti bayi lahir mati
  10. riwayat inkompatibilitas darah janin dan ibu
b. factor Bayi (High Risk Infants)
  1. bayi dengan infeksi antepartum dan kelainan congenital
  2. bayi dengan diagnosa IUGR (Intra Uterine Growth Retardation)
  3. bayi dalam keluarga yang mempunyai problema social
c. factor yang berhubungan dengan kehamilan
  1. abrupsio plasenta
  2. plasenta previa
  3. preeklamsi / eklamsi
  4. polihidramnion
  5. inkompatibilitas golongan darah
  6. kehamilan lama
  7. kehamilan ganda
  8. infeksi
  9. diabetes
  10. genitourinaria
c.          Diagnosis

1. Anamnesa/keluhan
a. Ibu tidak merasakan gerakan janin
b. Perut tidak bertambah besar

2. Inspeksi
Tidak tampak gerakan janin

3. palpasi
  • TFU lebih rendah dari tuanya kehamilan
  • Tidak teraba gerakan janin
  • Krepitasi pada tulang kepala janin
4.Auskultasi
DJJ (-)

5. Reaksi 
kehamilan
test 
kehamilan (-)

6. Rontgen foto abdomen
  1. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah janin
  2. Tanda nojosk     : angulasi yang tajam pada tulang belakang janin
  3. Tanda gernard     : hiperekstensi kepala janin
  4. dTanda spalding     : overlapping sutura
7. USG   
  • Gerak anak tidak ada
  • Denyut jantung anak tidak ada
  • Tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
8.Laboratorium
  1. Reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati
  2. Hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati
Kalau janin mati pada kehamilan yang telah lanjut terjadilah perubahan-perubahan sebagai berikut :
a.    Rigor mortis
Berlangsung 21/2  jam setelah mati kemudian lemas lagi.
b.    Maserasi Tingkat I
Timbul lepuh-lepuh pada kulit. Lepuh ini mula-mula berisi cairan jernih. Tapi kemudian menjadi merah. Berlangsung sampai 48 jam setelah mati.
c.    Maserasi Tingkat II
Lepuh pecah dan mewarnai air ketuban menjadi merah coklat,  jam setelah anak mati.
d.    Maserasi Tingkat III
Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan janin sangat lemas, hubungan antar tulang-tulang sangat longgar. Edema di bawah kulit.
d.         Tanda dan gejala
  1. Terhentinya pertumbuhan uterus, atau penurunan TFU
  2. Terhentinya pergerakan janin
  3. Terhentinya denyut jantung janin
  4. Penurunan atau terhentinya peningkatan berat badan ibu.
  5. Perut tidak membesar tapi mengecil dan terasa dingin
  6. Terhentinya perubahan payudara
e.          Komplikasi
Ø  Trauma emosional yg cukup berat terjadi bila wktu antara kematia janin & persalinan cukup lama
Ø  Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah
Ø  Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih dari 2minggu.
Ø  Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak memvbahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia) akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi Disseminated intravascular coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen  < 100 mg%).
Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.


f.          Penanganan
1. Terapi
a.    Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini 
bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
b.    Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis ke
bidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c.    Menunggu 
persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi kehamilan.
1)    Pengakhiran 
kehamilan  jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.
Persiapan:
•    Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
•    Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.
Tindakan:
•    Kuretasi vakum
•    Kuretase tajam
•    Dilatasi dan kuretasi tajam
2)    Pengakhiran 
kehamilan  jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu
•    Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
•    Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
•    Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.
3)    Pengakhiran 
kehamilan  jika lebih dari 20 – 28 minggu
•    Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
•    Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.
•    Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
•    Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
•    Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.
4)    Pengakhiran 
kehamilan  jika lebih dari 28 minggu kehamilan
•    Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
•    Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD).
•    Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu.
•    Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan 
persalinan.

2 .periksa ulangan (follow up)
Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan 
nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.





DAFTAR PUSTAKA
1)            Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC
2)            Harrison . 1999. Prinsip – Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
3)            Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP – SP
4)            Mansjoer A,et al. 2001. Kapita Selekta. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI
5)            Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP
6)            Norwitz, Errol dan John O Schorge. 2008. At A Glance Obstetri  & Ginekologi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
7)            Moechtar R. Pedarahan Antepartum. Dalam: Synopsis Obstetri, Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis, Edisi II. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1998; 279
8)            WHO. Managing Complications in Pregnancy and Childbirth. Geneva: WHO, 2003. 518-20.
9)            K. Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC